Di era tahun 80an, bioskop menjadi bagian penting bagi kebutuhan hiburan masyarakat. Kala itu, bioskop dengan konsep gedung permanen dan model layar tancap di lapangan terbuka adalah media entertainment yang diprimadonakan banyak kalangan. Seiring semakin berkembangnya bisnis pertelevisian di Indonesia, maka produksi film-film nasional mulai berkurang sehingga berdampak pula terhadap operasional gedung-gedung bioskop.
Sejak dekade 90an, era film nasional dan kunjungan penonton ke gedung bioskop mulai turun drastis, dan industri hiburan mulai berpaling ke media televisi yang disokong oleh bisnis periklanan. Pada lima tahun terakhir, industri film lokal mulai kembali tumbuh yang dibuktikan dengan diproduksinya beberapa judul film.
Deretan judul film asing juga mulai menyemarakkan dunia hiburan di Indonesia. Namun sayangnya, hal tersebut belum mampu membangkitkan lagi kesuksesan bisnis bioskop seperti di era tahun 70-80an. Hal ini disebabkan banyak warga masyarakat yang lebih memilih menikmati tontonan film di dalam rumahnya atau dikenal dengan istilah home theater.
Menonton film di rumah dengan media screen yang agak lebar tentu membuat suasana nyaman lebih terasa. Selain privasi lebih sedikit terjaga, gangguan dari penonton lain juga dapat dikurangi. Oleh karena itu, home cinema menjadi hal yang paling diminati oleh banyak orang.
Namun, untuk mendapatkan peralatan home cinema tersebut ( seperti wide lcd, sound system, pemutar dvd, dsb.) diperlukan biaya hingga puluhan juta rupiah, dan hanya kalangan ekonomi kelas atas saja yang mampu membelinya, sementara minat masyarakat untuk menonton film dengan layar lebih lebar sangatlah tinggi.
Selain karena cerita-cerita film yang menarik, minat warga terhadap tontonan di wide screen juga didorong oleh perkembangan teknologi canggih yang semakin membuat cerita dan tampilan gambar film tampak lebih hidup (bagus). Salah satu yang paling menarik antusiasme para penikmat film saat ini adalah dipakainya teknologi tiga dimensi (3D) pada beberapa produksi judul film.
Berlatar belakang hal itu, maka layanan yang terkait dengan perfilman 3D merupakan bisnis yang cukup profitable dalam tahun-tahun mendatang. Film 3D adalah bentuk teknologi visual film yang mampu menampilkan gambar terasa tampak nyata dan keluar dari layar.
Untuk menikmati film 3D tersebut, diperlukan bantuan kaca mata khusus yang berperan dalam memvisualisasikan gambar di kedua mata penonton. Biasanya memakai kaca berwarna merah-hijau atau merah-biru cyan. Film 3D sebenarnya sudah dikenal sejak lama, namun mulai populer di tahun 2000an dengan dukungan teknologi digital.
Banyak judul film yang juga dibuat dalam versi 3D, misalnya Avatar, Open Season, Iron Man 3, hingga Jenderal Kancil produksi dalam negeri. Dalam membangun bisnis bioskop mini 3D, ada beberapa hal mendasar yang perlu dipersiapkan, diantaranya:
1. Persiapan Tempat dan Fasilitas Pendukung
Dalam memulai bisnis ini, tempat yang berupa gedung menjadi prioritas utama. Biasanya ukuran ruangan yang dipakai adalah 3m x 4m yang dapat menampung kelompok kecil (4-8 orang). Tambahkan peredam suara pada dinding agar tidak mengganggu suasana sekitar. Untuk menambah kenyamanan, berikan fasilitas sofa dan AC atau kipas angin, serta interior sesuai selera anda.
2. Penyediaan Peralatan
Adapun peralatan yang dibutuhkan untuk membangun bisnis bioskop mini 3D antara lain: control PC for screen projector 3D, termasuk mencakup 3D control software player, screen projector 3D, monitor LCD, projector yang support 3D, kacamata 3D, hanger projector 3D, paket DVD 3D, dan seperangkat sound system. Semua peralatan tersebut biasanya diperoleh dengan harga 30 – 50 juta rupiah, tergantung merek dan kualitas alat yang anda pilih.
3. Melakukan Promosi Usaha
Untuk menarik minat para pengunjung ke bioskop mini anda, maka lakukan strategi promosi usaha yang tepat. Misalnya dengan memilih film-film yang sedang ngehits atau populer di wilayah anda, menyediakan film edukatif untuk kelompok pelajar, menerapkan sistem member atau gratis nonton setelah kunjungan yang ke sekian kalinya, dan lainnya.
Penetapan tarif juga harus wajar dan terjangkau, baik tarif per individu maupun per group. Untuk mempertahankan eksistensi bisnis bioskop anda, maka harus senantiasa mengikuti trend perfilman setiap pekannya. Harga sebuah DVD 3D sekitar 70ribu – 90ribu rupiah. Maka dalam satu bulan, paling tidak ada 10 judul film yang anda sediakan. Demikian sekilas usaha membangun bioskop mini ala home theater.
Menurut pengalaman beberapa pengusaha pada bidang ini, mereka dapat balik modal dalam jangka waktu 7-10 bulan. Untuk menjadikan usaha anda lebih legal, maka sebaiknya memahami dan mengikuti peraturan daerah setempat, misalnya dengan mengajukan permohonan surat izin gangguan usaha, izin bisnis hiburan, dan sebagainya.
Komentar
Posting Komentar