Mencari Uang dengan Usaha Pembuatan Layang-layang


layangan

Layang-layang atau layangan atau dalam bahasa Melayu disebut dengan istilah wau adalah benda tipis yang terbuat dari lembaran kertas / kain dengan kerangka ringan sebagai konstruksinya dan untaian tali/benang sebagai pengikat dan penariknya, dimainkan dengan cara diterbangkan oleh bantuan angin.

Layang-layang banyak digemari oleh kaum laki-laki, bukan hanya anak-anak saja, tetapi para remaja dan orang dewasa pun menganggap menerbangkan layang-layang merupakan hobi yang mengasyikan. Bukan hanya estetika saja yang ditampilkan dalam bermain layang-layang.

Taktik strategi dan keahlian mengadu layangan juga sangat dibutuhkan dalam adu kontes layangan. Selain itu ada rasa kebanggaan tersendiri bila layangan yang kita terbangkan berhasil mempercantik angkasa dan menjadi tontonan banyak orang.

Di Indonesia, hobi menaikkan layang-layang ke angkasa dilakukan secara musiman. Waktu yang tepat adalah ketika musim kemarau telah tiba, dan biasanya memuncak pada bulan Juli, Agustus dan September ketika angin muson timur dari daratan Australia mulai banyak berhembus ke wilayah Indonesia.

Namun, hal ini tidak berarti usaha pembuatan layangan hanya dilakukan pada musim kemarau saja, seperti usaha yang dilakukan oleh pengerajin layangan asal Gianyar Bali yang bernama Pak Made Arya.

Pak Made yang telah lama menggeluti bisnis kecil ini merasa bersyukur jika pulau yang ditempatinya merupakan destinasi pariwisata internasional. Hal tersebut membuat usahanya tetap lancar meskipun saat di musim penghujan.

Pak Made bukan hanya memproduksi layang-layang biasa, tetapi juga layang-layang hias yang diminati oleh tourist manca negara dan lokal sebagai salah satu bentuk souvenir atau oleh-oleh saat liburan di Bali.

Dengan teknik dan pengalamannya selama bertahun-tahun, Pak Made bersama sang istri bisa menyelesaikan layang-layang 7-15 buah per hari tergantung ketersediaan alat dan bahan. Bila musim kemarau datang, hasil kerajinannya menjadi buruan bagi anak-anak muda di wilayahnya.

Bahkan banyak juga orang luar daerah yang singgah dan mampir di toko souvenirnya untuk membeli layangan. Dan ketika event-event tertentu tiba, misalnya festival layang-layang di Sanur, festival pantai Kuta, festival di pantai Lovina, dan sejenisnya, Pak Made mendapat banyak orderan untuk membuat layang-layang kreasi yang berukuran raksasa dan menggunakan dua atau empat tali penarik.

Berbagai macam bentuk dipesan oleh pelanggannya. Ada layangan yang berbentuk perahu, bentuk ikan, berwujud kepala ular, bentuk satwa burung, bentuk kubustik dan aneka kreasi lainnya. Harganya mulai dari seratus ribu hingga di atas dua jutaan rupiah, dan bahkan wisatawan asing berani membayar lebih terhadap hasil kreasinya.

Berbeda dengan Pak Made, Pak Kasni yang tinggal di kawasan Bali utara lebih memilih untuk membuat layang-layang konvesional. Pangsa pasarnya lebih ditujukan pada kelompok anak-anak. Harganya pun sangat murah, yaitu Rp 1.500,- per satu unit layangan.

Hasil kreasinya itu, ia tawarkan ke warung-warung di seputaran wilayah kabupaten tempat tinggalnya. Meskipun memperoleh margin keuntungan yang kecil, yaitu sekitar 500 rupiah per pcs, tetapi karena jangkauan pasarnya sangat luas maka keuntungan yang dikumpulkan pun cukup banyak. Dalam seminggu, beliau bersama istri dan anaknya mampu memproduksi hingga 300an layang-layang konvensional.


Tinggalkan komentar