Kisah Inspiratif Pendiri Perusahaan Fashion Zara


zara

Bila anda merupakan sosok yang fashionable dan selalu mengikuti trend di dunia mode, maka saya yakin brand Zara sudah familiar di telinga Anda. Zara, merupakan sebuah merek fashion yang awalnya identik sebagai label pakaian bermutu dengan harga terjangkau. Kemudian seiring perjalanan waktu, produk Zara diterima di dunia fashion dan setara dengan kelas produk elite.

Bahkan, seorang redaktur Vogue Inggris, yang bernama Susie Forbes, sempat mengungkapkan sisi kehidupannya, “Kehidupan sehari-hari saya di Vogue berjalan bersama Zara. 70% isi lemari pakaian saya adalah produk Zara”.

Mungkin banyak orang yang belum tahu bahwa Zara, bersama merek-merek lain seperti Massimo Dutti dan Stradivarius, merupakan brand fashion yang berada di bawah sebuah payung perusahaan Spanyol bernama Inditex. Dalam naungan perusahaan Inditex, ada sekitar 4.500 cabang toko pakaian yang tersebar hampir di seluruh penjuru Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Brazil, jazirah Arab, Jepang, dan Argentina.

Hanya dalam masa satu dasawarsa setelah berdiri pada tahun 1985, perusahaan Inditex telah berkembang menjadi perusahaan raksasa di bidang fashion, yang merupakan terbesar ketiga di dunia, di bawah Gap dan H&M.

Di bawah naungan Inditex yang jarang mengeluarkan biaya besar untuk kampanye iklan, produk Zara juga enggan untuk wara-wiri tampil dalam iklan. Hal ini tampaknya tak jauh berbeda dengan karakter pemiliknya, yang bernama Amancio Ortega. Lelaki yang lahir pada tahun 1936 tersebut adalah salah satu orang terkaya di negeri Matador, dan termasuk miliarder dunia. Amancio Ortega merupakan sosok yang tertutup.

Selama bertahun-tahun menjalankan bisnis, foto dirinya yang beredar di kalangan publik hanya satu, yaitu dari kartu identitasnya. Barulah pada tahun 1999, muncul satu lagi fotonya saat ia harus menerbitkan laporan tahunan pertama perusahaannya. Amancio menjadi orang kaya setelah sukses menjual sahamnya ke lantai bursa.

Saat kegiatan IPO bagi perusahaannya, dia dikabarkan pergi bekerja seperti biasa, menyempatkan diri selama 10-15 menit untuk menonton berita tentang jumlah kekayaannya yang bertambah drastis sebanyak 6 miliar dolar, lalu makan siang di kafetaria kantornya.

Amancio adalah sosok pekerja keras yang hidup penuh dengan kesederhanaan. Kesederhanaan hidupnya tergambar dari berbagai gaya hidup dan penampilannya, satu diantaranya adalah ketidaksukaannya memakai dasi.

Konon menurut kabar yang beredar, terakhir kali Amancio memakai dasi adalah saat ia melangsungkan acara pernikahan dengan sang istri bernama Flora Perez.Amancio Ortega adalah putra seorang pekerja kereta api dan pembantu rumah tangga. Saat remaja, ia tak pernah mengenyam pendidikan tinggi. Ia hanya lulusan pendidikan dasar.

Kondisi perekonomian keluarga yang sulit mengharuskannya bekerja keras sejak di usia 13 tahun. Ia bekerja sebagai tukang antar untuk seorang pembuat pakaian. Seiring pengalamannya, ia kemudian bekerja menjadi asisten penjahit dan pedagang kain.

Selama ia bekerja tersebut, Amancio menyadari bahwa rantai distribusi dalam bisnis fashion di tempatnya bekerja kurang efesien-efektif, dan seharusnya bisa diminimalisasi agar dapat menekan harga jual.

Amancio terus belajar arti penting mengantarkan langsung produk kepada konsumen tanpa perantara distributor di luar perusahaannya, serta mencermati cara mengurangi kerumitan dan biaya tak perlu yang sering mendongkrak harga jual.

Ketika Amancio menduduki posisi sebagai seorang manajer pada sebuah toko pakaian lokal, ia melihat sebuah gaun cantik dengan aksesori bunga-bunga biru dan merah muda, yang tentunya pasti semua perempuan di La Coruna menyukai baju tersebut.

Namun sayangnya, bandrol harganya terlalu mahal. Untuk mencari solusi tersebut, ia mencari bahan pakaian yang lebih murah, kemudian ia sempurnakan sendiri model gaun itu tiap akhir minggu.

Setelah berhasil, Amancio juga membuat piyama dan gaun malam untuk menyuplai beberapa toko di sekitarnya, yang semuanya dia antar sendiri. Dengan laba yang dia peroleh dari bisnis kecil tersebut, Amancio berhasil mendirikan pabriknya sendiri, dua belas tahun sebelum membuka toko Zara yang pertama pada 1975.

Zara memang didirikan dengan tujuan menciptakan terobosan dalam dunia fashion. Dalam laporan tahunannya, diungkapkan bahwa perusahaan Zara ingin menawarkan pakaian dengan mode yang terinspirasi dari gaya hidup dan selera terkini, baik untuk model fashion laki-laki maupun perempuan. Untuk menjamin kualitas produknya, Amancio melakukan kontrol ketat terhadap setiap bagian dari lini produksi dan penjualan, mulai dari serat hingga pemilihan lokasi toko.

Dalam hitungan hari setelah suatu peragaan busana, Zara mendapat pesanan berlimpah dan mampu memproduksi secara massal pakaian yang terinspirasi dari panggung peragaan dan selanjutnya disebarkan melalui jaringan toko mereka dengan harga terjangkau. Meski memproduksi pakaian secara massal, perusahaan Zara berusaha membatasi jumlah produknya, dan menciptakan produk yang lebih variatif.

Dengan teknik tersebut, biaya inventaris tinggi yang dikeluarkan perusahaan bisa ditekan. Perusahaan Amancio menghabiskan 15% lebih tinggi daripada para pesaingnya untuk membayar pengeluaran biaya tenaga kerja, yang biasanya mereka bangun pabrik di negara-negara dunia ketiga. Penghematan biaya produksinya tersebut justru ia peroleh dari tidak adanya iklan, adaptasi cepat terhadap tren, dan perhitungan ekonomis lokasi produksi serta outlet.

Prinsip bisnis Zara yang mengadopsi fleksibilitas dan kecepatan, kini menjadi model bisnis yang banyak dikaji di berbagai institusi pendidikan. Semua ini berkat gagasan Amancio Ortega tentang kesederhanaan.


Tinggalkan komentar